Generasi Millennial adalah generasi pertama yang resmi dicap sebagai generasi
Job Hopper. Apa itu Job-hop? Secara literal job
adalah jabatan/pekerjaan dan hop adalah melompat (kata kerja).
Job-hop bisa didefinisikan sebagai perilaku berpindah-pindah
pekerjaan. Beberapa survey menunjukkan bahwa hampir 30% perusahaan
akan kehilangan karyawan barunya (yang berusia Millennials) dalam
tahun pertama. Survey lain menyebutkan rata-rata para millennials
hanya bertahan 2 tahun di sebuah perusahaan.
Perilaku
ini umumnya didorong oleh tren yang berkembang di kalangan para
Millennials, di mana cara pandang mereka tentang dunia kerja sangat
berbeda dari generasi X dan baby boomer. Millennials cenderung
merasa sangat optimis dan dianggap penting, sehingga
cenderung percaya bahwa potensi yang mereka miliki akan berkembang
setiap kali mereka masuk perusahaan baru.
Baca juga > Millennials: Generasi yang malas dan narsis?
Perilaku
job-hop ini tentu saja menimbulkan dampak positif dan negatif
bagi para pelakunya. Kita mulai dari sisi negatifnya:
Negatif: Perilaku Job-hop menunjukkan kurangnya loyalitas suatu individu
Bila
HR-Manager dari perusahaan yang kamu lamar melihat track record
di CV-mu yang penuh dengan sejarah job-hop dalam beberapa
tahun terakhir, mungkin dia akan berpikir dua kali untuk merekrutmu.
Karena dia jadi berpikir: ‘untuk apa saya merekrut orang yang
sebentar lagi akan pindah lagi ke perusahaan lain?’
Kamu
harus tahu, bahwa perusahaan juga akan merasa dirugikan bila
karyawannya keluar masuk. Butuh biaya yang tidak sedikit
setiap kali ada pergantian karyawan, karena setiap karyawan baru
perlu mengikuti bermacam pelatihan dan program-program pengembangan
untuk menyesuaikan kinerjanya dengan tuntutan perusahaan. Jadi, bila
kamu berada di posisi seperti ini, bersiaplah untuk memberi
penjelasan sebaik mungkin tentang mengapa kamu melakukan perilaku
job-hop itu di masa lalu.
Negatif: Perilaku Job-hop mengakibatkan kehilangan peluang
Kebanyakan
Millennials melakukan job-hop dengan harapan untuk bisa naik
ke jenjang karir/jabatan yang lebih tinggi tanpa menyadari bahwa
dengan meninggalkan sebuah pekerjaan/jabatan maka mereka juga
kehilangan peluang untuk dipromosikan atas kinerja yang sudah
mereka berikan sebelumnya.
Faktanya,
hampir semua posisi pemimpin-pemimpin di perusahaan diisi oleh
orang-orang yang sudah bekerja di perusahaan itu selama
bertahun-tahun, bukan oleh karyawan yang baru saja pindah dari
perusahaan lain dan diterima dengan program percobaan selama beberapa
bulan.
Sebaiknya,
setelah beberapa kali melompat hingga akhirnya kamu menemukan
perusahaan yang cukup cocok untukmu, tahanlah segala macam godaan dan
dorongan untuk pindah ke perusahaan lain, bertahanlah dan arahkan
hatimu untuk menemukan bahwa ‘sesuatu yang lebih baik’ itu ada di
perusahaanmu saat ini.
Positif: Tergantung pada usiamu...
Kamu
bisa saja lolos dari pandangan negatif tentang sejarah job-hop
di CV-mu karena umurmu. Perusahaan pada umumnya tidak
mempermasalahkan sejarah job-hop pada CV seorang calon
karyawan yang masih muda atau fresh graduated. Mereka
memandang dan menganggap wajar bila kamu berpindah-pindah pekerjaan
karena masih mencari perusahaan yang cocok denganmu. Tapi bila
usiamu sudah di atas 30 tahun, maka perilaku job-hop mu
sudah tidak imut dan lugu lagi. Karena pada usia ini, lazimnya kamu
sudah harus settle atau
menuju ke sana.
...dan bidang pekerjaanmu.
Di
beberapa bidang pekerjaan seperti IT, retail dan pabrik, perilaku
job-hop lebih bisa diterima dibanding pada bidang pekerjaan
lainnya. Banyak perusahaan-perusahaan di bidang ini bersaing dengan
taktik merekrut yang sangat agresif, pembajakan dari tingkat
karyawan hingga manajer, penetapan nilai gaji dan benefit yang
kompetitif, sehingga peristiwa berpindahnya para karyawan ke
perusahaan kompetitor karena tawaran-tawaran yang lebih menggiurkan
sudah biasa terjadi.
Jadi
bila saat diwawancarai kamu ditanyakan soal sejarah job-hopping
itu, kamu tidak perlu takut. Jelaskan saja dengan baik bahwa
perilaku seperti itu memang sudah menjadi budaya di lingkungan
bidang pekerjaan itu, namun kamu ingin meyakinkan perusahaan yang
baru ini bahwa kamu ingin mengakhiri sejarah job-hopping mu
dan menetap di perusahaan ini.
Positif: Perilaku Job-Hopping menambah dan memperluas skill dan pengalamanmu.
Pengalaman
berpindah-pindah perusahaan memberimu salah satu keuntungan di
bidang pengembangan dirimu. Karena beda perusahaan, beda cara
kerjanya, beda budaya dan beda kemampuan yang dibutuhkan. Dengan
memasuki sebuah perusahaan baru, kamu pasti akan diberi pelatihan
yang berkesinambungan sehingga membuat kamu menjadi semakin ahli di
bidang pekerjaan tersebut. Saat kamu beranjak ke perusahaan lain,
skill dan kemampuan itu tidak hilang. Jadi semakin
banyak perusahaan pernah kamu masuki, semakin banyak skill dan
pengalaman yang kamu dapatkan.
Jadi,
bisa kita simpulkan secara berimbang, bahwa perilaku Job-hop
yang selama ini banyak diagung-agungkan oleh para Millennials
ternyata juga memiliki dampak negatif, tidak hanya positif saja.
Perilaku Job-hop ini tidak menjadi masalah atau bahkan bisa
sangat membantu membangun pondasi awal bila dilakukan pada
tahun-tahun pertama setelah menyelesaikan pendidikan. Namun perilaku
ini diharapkan untuk dihentikan saat sudah memasuki usia 30 di mana
kamu akan dituntut untuk bisa menetap dan berkembang bersama
perusahaan yang sudah kamu pilih sebagai pelabuhan terakhir.
Terimakasih
sudah membaca sampai sejauh ini. Sampai jumpa di artikel berikutnya.
-
Adios!
EmoticonEmoticon