Sudah
10 tahun berlalu sejak Tom Hanks mulai memerankan karakter Robert
Langdon, sang profesor ahli simbol dan kode rahasia dari novel
karangan penulis kontroversial, Dan Brown. The Da Vinci Code, Angels
& Demons, The Lost Symbol dan yang terakhir, Inferno.
Di
tengah popularitas bukunya yang semakin menurun, Robert Langdon
kembali mencoba peruntungannya di layar lebar. Jujur saja, kali ini
aku memang tidak membaca versi novelnya, entah kenapa bumbu-bumbu
cerita khas Dan Brown yang sejak awal dipakainya meracik Da Vinci’s
Code, Angel & Demons hingga The Lost Symbol terasa semakin
‘standar’. Meski begitu, saat aku melihat trailer Inferno,
‘rasa-rasa yang pernah ada’ itu muncul kembali. A Tom Hanks’
movie won’t hurt that much, will it?
Jadi
aku mencoba berdamai dengan kepalaku untuk mengenyahkan review-review
pedas yang ‘tak sengaja’ terlanjur kubaca beberapa waktu lalu.
dan menunaikan niatku untuk menonton film ini.
Babak
pertama Inferno dibuka dengan monolog dari Bertrand Zobrist (Ben
Foster), seorang milyuner kharismatik yang terobsesi pada Dante, sang
puitis legendaris dari zaman Renaisans - Itali kuno. Seperti biasa,
semua novel Dan Brown memiliki ‘racunnya’ sendiri. The Da Vinci
Code dengan Opus Dei, Angels & Demons dengan Illuminati, The Lost
Symbol dengan Fremasons, sekarang Inferno, ya sesuai judulnya, dengan
Inferno, salah satu bab puisi gubahan Dante.
Adegan
monolog pembuka dari Zobrist ini kalau dipikir-pikir, ada benarnya
juga. Haha, pulang-pulang dari bioskop aku udah kena brainwash!
Tapi isu over population yang diangkatnya itu memang nyata
loh! Dan, yang membuat aku makin bergidik ngeri adalah fakta bahwa
negara kita sendiri salah satu negara yang mengalami ancaman ini.
Sudah
mulai merasa tidak nyaman?
Welcome
to the main show! Adegan selanjutnya menunjukkan karakter jagoan
kita, Prof Langdon sedang tepar di sebuah ranjang rumah sakit di
antah berantah yang belakangan disadarinya adalah Firenze. Langdon
baru siuman dengan kondisi kepala baru dijahit dan mengalami amnesia
ringan, jadi dia tidak ingat apa yang terjadi dan mengapa dia bisa
terluka. Beruntung si Langdon begitu melek langsung melototin dokter
cantik Sienna Brooks (Felicity Jones). Semua ini patut disyukuri,
karena mulai dari detik ini sampai ke akhir film yang berdurasi 2 jam
ini, kamu nggak bakalan bisa tenang. Keberadaan si cantik Felice
(cieee udah panggilan sayang aja) cukup berjasa untuk mengademkan
suasana (baca: mata).
![]() |
Adeeemmm... :) |
Apa
yang kamu ingat dari film-film Langdon sebelumnya? Mencari petunjuk,
memecahkan kode, mengungkap tabir misteri sambil berlari-larian
(untungnya selalu bareng cewek cantik) keliling tempat-tempat
bersejarah, dan selalu dikejar-kejar orang-orang yang nggak jelas.
Bahkan di film ini kamu akan melihat Langdon dikejar-kejar Terminator
versi cewek. Okeh, kurang lebih cerita di film ini sama. Iya, sama.
Makanya aku bilang dari awal, otakku udah kebal sama bumbunya Om Dan
Brown.
Tapi
jangan khawatir, buat kamu yang memang mau menonton untuk mencari
hiburan, film ini tidak akan mengecewakan! Film ini memiliki semua
komposisi yang baik untuk menjadi tontonan menarik dan memuaskan.
Tensi film yang nggak pernah membiarkan penonton tenang, sound
effect yang nyata, dialog dan akting pemerannya yang convincing
serta plot-nya yang cukup menarik untuk terus kamu ikuti sampai
akhir. Hanya saja, buat kamu yang sudah sering menonton film semacam
ini, tidak ada hal baru di sini, masih bumbu lama. Hal ini bisa
berdampak dua hal, fanboy yang akan terus menikmati dan memuji
dengan antusias atau penonton yang akhirnya muak. Jujur, aku mungkin
menuju ke arah yang terakhir.
![]() |
Yang jones, mana yang jones? |
Overall,
aku meninggalkan bioskop tanpa penyesalan. Inferno tetaplah sebuah
film yang layak tonton, hitung-hitung cuci mata dengan
keindahan-keindahan karya seni Renaisans dan karya Tuhan yang
berwujud Felicity Jones. Eh?
6.5/10
EmoticonEmoticon